28 September 2011

wanita memang.., meeemang wanita...

Jika dikatakan cantik, dikira menggoda.
Jika dibilang jelek, disangka menghina.
Bila dibilang lemah, dia protes.
Bila dibilang perkasa, dia nangis.

Maunya emansipasi, tapi disuruh benerin genteng, nolak;
(sambil ngomel, “Masa disamakan dengan pria?!”).
Maunya emansipasi, tapi disuruh berdiri di bis, malah cemberut;
(sambil ngomel, “Egois amat sih pria ini, tidak punya perasaan!”).
Mungkin cocoknya ‘eman si sapi’ aja, hahahahaaa.....
Jika ditanyakan siapa yang paling dibanggakan, kebanyakan bilang "Ibunya."

Tapi kenapa yach, lebih bangga jadi wanita karir?!
Padahal Ibunya adalah Ibu rumah tangga.

Bila kesalahannya di ingatkan, mukanya merah.
Bila di ajari, mukanya merah.
Bila di sanjung, mukanya merah.
Jika marah, mukanya merah.
Kok sama semua? -Bingung kan...!!-

Ditanya ya atau tidak, jawabnya diam.
Ditanya tidak atau ya, jawabnya diam.
Ditanya ya atau ya, jawabnya diam.
Ditanya tidak atau tidak, jawabnya diam.
Ketika di diamkan, malah marah.
(repot dech, disuruh jadi dukun yang bisa menebak jawabannya)

Dibilang ceriwis, marah.
Dibilang berisik, ngambek.
Dibilang banyak mulut, tersinggung.
Tapi kalau dibilang Supel, wadaow, senang banget; padahal sama saja maksudnya
(hahahaha...........)

 
Dibilang gemuk, tidak senang, padahal maksud kita sehat gitchu lho?!
Dibilang kurus, malah senang, padahal maksud kita "Kenapa loe jadi begini....gak sehat gt??!"

Itulah wanita.....
Makin kita bingung, makin senang dia!

NB :

Kaum lelaki sering mempersoalkan kelemahan wanita karena sering mengalirkan airmata. Tetapi, segagah-gagah dan perwiranya lelaki, sadarlah bahwa suatu hari nanti mereka juga akan mengalirkan airmata syahdu karena satu perkara kecil, yaitu karena "Cinta".
Alangkah misterinya cinta seorang wanita yang dianggap lemah sehingga boleh mengalirkan airmata seorang lelaki; aneh, tetapi itulah hakikatnya.

Cinta laki-laki seumpama gunung, ia besar tapi konstan dan (sayangnya) rentan; ada saatnya ia meletus memuntahkan lahar, menghanguskan apa saja yang ditemuinya.
Cinta perempuan seumpama kuku, ia hanya sehujung jari, tapi tumbuh perlahan-lahan, diam-diam dan terus menerus bertambah; jika dipotong, ia tumbuh dan tumbuh lagi.

"Seorang wanita akan memandang rendah terhadap lelaki yang menyatakan cinta kepadanya, terkecuali kalau memang lelaki itu yang diharapkannya...dia juga menyukai lelaki itu."


Mangkuk, Madu dan Sehelai rambut




Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., dan 'Ali r.a., bertamu ke rumah Ali r.a. Di rumah Ali r.a. istrinya Sayidatina Fathimah r.ha. putri Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).
Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".
Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".





lima perkara




Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang masyur. Suatu ketika dia pernah berkata, ayahku menceritakan bahwa antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara.
Maka salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi itu, pada suatu malam bermimpi diperintahkan yang berbunyi, "Esok engkau dikehendaki keluar dari rumah pada waktu pagi menghala ke barat. Engkau dikehendaki berbuat, pertama; apa yang negkau lihat (hadapi) maka makanlah, kedua; engkau sembunyikan, ketiga; engkau terimalah, keempat; jangan engkau putuskan harapan, yang kelima; larilah engkau daripadanya."

Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan."
Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar buku roti. Maka Nabi itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Bila ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.

Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu terkeluar semula. Nabi itu pun menanamkannya semula sehingga tiga kali berturut-turut.
Maka berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintahmu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disedari oleh Nabi itu yang mangkuk emas itu terkeluar semula dari tempat ia ditanam.

Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia ternampak seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku."
Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihatkan keadaan itu, lantas burung elang itu pun datang menghampiri Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."

Nabi itu teringatkan pesanan arahan dalam mimpinya yang keempat, yaitu tidak boleh putuskan harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pehanya dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.
Selepas kejadian itu, Nabi meneruskan perjalannya. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan satu bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ kerana tidak tahan menghidu bau yang menyakitkan hidungnya. Setelah menemui kelima-lima peristiwa itu, maka kembalilah Nabi ke rumahnya. Pada malam itu, Nabi pun berdoa. Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah pun melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku erti semuanya ini."

Dalam mimpi beliau telah diberitahu oleh Allah S.W.T. bahwa, "Yang pertama engkau makan itu ialah marah. Pada mulanya nampak besar seperti bukittetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka marah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu.
Kedua; semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak jua. Ketiga; jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya. Keempat; jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat. Kelima; bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan hal seseorang). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."

Saudara-saudaraku, kelima-lima kisah ini hendaklah kita semaikan dalam diri kita, sebab kelima-lima perkara ini sentiasa saja berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Perkara yang tidak dapat kita elakkan setiap hari ialah mengata hal orang, memang menjadi tabiat seseorang itu suka mengata hal orang lain. Haruslah kita ingat bahwa kata-mengata hal seseorang itu akan menghilangkan pahala kita, sebab ada sebuah hadis mengatakan di akhirat nanti ada seorang hamba Allah akan terkejut melihat pahala yang tidak pernah dikerjakannya. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah, sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan di dunia dulu."

Maka berkata Allah S.W.T., "Ini adalah pahala orang yang mengata-ngata tentang dirimu." Dengan ini haruslah kita sedar bahwa walaupun apa yang kita kata itu memang benar, tetapi kata-mengata itu akan merugikan diri kita sendiri. Oleh kerana itu, hendaklah kita jangan mengata hal orang walaupun ia benar.


27 September 2011

bidadari kecil



Awal Agustus 1998
Petikan gitar Slash yang membahana dari kamar sebelah membangunkanku dari tidur panjang. Aku menggeliat malas dan mencoba membuka mataku yang terasa sangat berat. Pengaruh ekstasi yang kuminum tadi malam bersama Ardy sudah mulai mengendap. Basi'an, begitu istilah yang digunakan anak-anak muda terhadap pengaruh pemakaian ekstasi. Tenggorokanku terasa kering dan panas. Aku mencoba menggapai gelas yang ada di samping ranjang. Kosong. Tak berisi setetes airpun.

Aku menoleh. Ardy masih tergolek di sampingku. Tadi malam memang ia mengkonsumsi pil-pil setan itu jauh lebih banyak dariku. Tak heran jika sekarang ia masih tertidur nyenyak. Perbuatan yang kami lakukan semalam sangat liar.

Aku berusaha bangkit untuk mengambil sebotol Aqua dari dalam kulkas. Dengan sisa tenaga yang ada, aku berhasil menuangkan air putih ke dalam gelas dan meminumnya. Setelah itu aku berjalan ke kamar mandi, ingin mengguyur tubuhku yang terasa panas dan berkeringat.

Untung saja tempat kost yang baru kutempati dua bulan terakhir ini tidak seketat tempat kostku yang dulu. Rata-rata penghuni rumah mewah bertingkat tiga ini memang orang-orang mencintai pergaulan bebas dan pengkonsumsi narkoba seperti diriku. Ditambah lagi pemilik kost tinggal di Bandung dan jarang mengunjungi tempat ini. Mereka hanya mempercayakan keamanan kost kepada seorang satpam dan lima orang pembantu rumah tangga yang mata duitan. Keenam orang hanya ingin uang kost dibayar tepat waktu, dengan sejumlah tip untuk membungkam mulut mereka. Mereka tidak peduli para penghuninya mabuk-mabukan, pesta narkoba atau tinggal bersama. Yang penting bagi mereka adalah uang karena mereka sendiri bukan orang yang suci. Tersiar kabar bahwa pembantu-pembantu rumah tangga itu menjalani pekerjaan lain sebagai pramuria di warung bilyard.

"Vi! Evi! Lagi ngapain kamu di dalam? Mandi ya?" Terdengar suara Ardy mencariku.

"Iya, Dy! Panas, nih!" Seruku dari dalam kamar mandi.

"Jangan lama-lama yah! Aku mau pipis nih!" Teriaknya.

Aku melengos. Memang setelah pengaruh obat-obatan tidak terasa lagi, aku sering merasa malas dan muak melihat Ardy. Entah mengapa. Aku hanya menyukainya jika dalam keadaan fly. Mungkin karena itulah cinta di antara pemuja obat-obatan terlarang dan pergaulan bebas sepertiku tak pernah langgeng.

Ardy sedang duduk mencangkung dengan celana pendek dan kaus oblong kumalnya ketika aku keluar dari kamar mandi. Asap rokok berbentuk bulatan-bulatan putih seperti donat menghempus dari hidungnya. Aku tersenyum terpaksa.

"Vi, basi'an kamu? Langsung mandi gitu!" ujarnya dengan gayanya yang kurang ajar.

Aku melengos. Aku memang tidak menganggap Ardy istimewa. Ia sama bejatnya seperti Roy, Glen, Harry, Rudy, bahkan Aryo yang telah merenggut keperawananku dan pergi begitu saja meninggalkanku. Mereka semua adalah pemuda-pemuda berandalan yang bisanya hanya berhubungan intim dan mengkonsumsi narkoba. tak lebih.

"Sok tau banget kamu! Kamu sendiri juga kegerahan, kan ?!" Tukasku tak suka. "Oh ya, kamu mau ke kampus nga siang ini? Daftar ulang , lho! Aku mau ke kampus, ah!"

Sebenarnya aku tak berniat ke kampus. Tapi karena ingin mengusir Ardy yang sudah dua hari menginap di sini. Aku tepaksa melakukan hal itu. Aku tau, Ardy sangat menghindari kampus. Mungkin semester ini pun ia sudah di-DO.

"Masih mikirin kampus juga , Vi?" Ardy tersenyum sinis. "Aku males, ah! Lagian buat apa belajar susah-susah? Toh kita masih bisa beli inex sama PT, kok! Nanti aja deh, kalo aku udah insyaf baru ke kampus. Aku mau ke rumah Tony aja!"

Ardy bangkit dan mengganti celana pendeknya dengan jeans bolong-bolong kesayangannya. Aku pun sibuk berdandan dan merapihkan berkas-berkas pendaftaran ulang, berpura-pura ingin pergi ke kampus. Padahal sehabis ini aku akan pergi ke kost Firna. Kemarin sahabatku itu mengajak shoping di Plaza Senayan. Daripada suntuk di kamar terus, lebih baik mencari udara segar. Siapa tau ada cowok keren yang bisa kugaet! Aku sudah bosan dengan Ardy yang sudah dua bulan menjadi pengawal setiaku. Meskipun tampangnya lumayan keren, badannya sama sekali tidak bagus. Kurus kerempeng seperti tiang listrik. Maklumlah pecandu narkoba! Mana bisa ia memiliki tubuh berotot seperti Ade Rai.

"Eh, Vi...."kata Ardy di depan pintu.

"Apa?!"

"Eh, jangan galak-galang dong! gini lho.... eng....bagi duit dong, Vi. Biasa..." Ardy memamerkan nyengir kudanya. "Buat beli cimeng."

"Ah, buat beli cimeng aja make minta sama aku!" Tukasku merogoh dompet dan melemparkan dua lembar lima puluh ribuan.

"Udah sana cabut! Eneg melihat tampangmu di sini!"

Ardy tertawa senang dan melambaikan tangannya.

Pertengahan Oktober 1998
Aku memegang perutku sambil tertatih-tatih menuju kamar mandi. Perutku terasa sangat mual. Di kelas tadi, pandanganku tiba-tiba kabur dan aku merasa ingin pingsan. Setelah pamit pada Pak Suryadi, dosen killer pengajar manajemen pemasaran, aku cepat-cepat ke kamar mandi. Di kamar mandi, kumuntahkan semua isi perutku. Kepalaku berdenyut-denyut seperti dihantam oleh tongkat yang sangat besar. Perutku terasa keras dan nafasku sesak. Aku mencoba bangkit. Ini pasti pengaruh putaw yang kukonsumsi bersama Firna dan teman-teman beberapa hari ini. Aku memang belum terbiasa menggunakan barang yang satu itu. Mungkin seperti inilah reaksinya, kataku dalam hati. Mual dan pusing.

Cepat-cepat kukeluarkan lipstik dan bedak dari tas mungilku. Aku harus berdandan untuk menutupi pucat pasi wajahku. Ketika hendak mengembalikan pearalatan kecantikan itu ke tempat semulanya, pandanganku bersirobok dengan bungkusan panty shield. Aku terpana. Otakku mulai berpikir cepat. Terakhir kali aku mendapat haid kira-kira satu setengah bulan yang lalu. Ah, sudah lama sekali? Apa.....aku sedang mengandung?!

Dengan panik, aku segera melarikan mobilku menuju apotik terdekat. Tanganku bergetar memegang test kehamilan pribadi bersampul biru. Aku segera pulang ke kost yang hanya sepuluh menit dari kampus, dan mencoba alat yang mengerikan itu. Selama menunggu hasilnya, aku mondar-mandir tak karuan di dalam kamar. Jantungku berdegup kencang sekali. Oh Tuhan, aku tidak ingin hamil! Jeritku dalam hati.

Tapi ternyata semuanya sudah terlambat. Tertera dua garis merah di benda putih yang pipih dan panjang itu. Aku berteriak tak percaya. Kubanting kuat-kuat alat pengecek kehamilan dan gelas aqua bekas kugunakan untuk menampung urine. Tidak! Oh.....aku tidak mau mengandung! Aku tidak mau punya anak!

Aku menghenyakkan tubuhku ke atas ranjang. Berteriak-teriak seperti orang gila. Ku jambak-jambak rambutku yang panjang sampai kulit kepalaku seperti mau lepas. kutinju dinding kamar berkali-kali. Yang ada hanya kesakitan. Tapi tidak melenyapkan jabang bayi di dalam rahimku.

Mengapa aku sedemikian bodoh? Aku lupa memakai alat kontrasepsi ketika berhubungan dengan si brengsek Ardy! Padahal biasanya aku tak pernah lupa. Mungkin karena pengaruh ekstasi yang memabukkan, membuatku lupa akan kebiasaanku untuk mencegah kehamilan. Tapi nasi udah menjadi bubur. Aku memang mengandung. Dan cara terbaik yang harus kulakukan sekarang adalah menggugurkan kandunganku? Aku tidak ingin membesarkan anak di luar nikah. Tidak mungkin aku menuntut pertanggungjawaban Ardy. Pasti ia akan mengelak dan menuduh bayi ini hasil hubunganku dengan orang lain. Lagipula aku tidak siap menikah dengan pemuda bajingan itu dan membesarkan anakku dengannya. Menjadi orang tua tunggal pun aku tak siap.

Apa yang akan terjadi jika aku nekad mempertahankan janin ini?! Papa yang kejam dan bengis akan mengusirku. Beliau tidak memukulku dan menamparku seperti dulu kalau aku pulang sekolah lewat waktu atau aku kedapatan bergaul akrab dengan pria. Papa yang sok ningrat dan berdarah dingin itu pasti akan mencincang tubuhku! Dan beliau pasti tidak akan mengakuiku sebagai anaknya lagi. Padahal aku sangat membutuhkan harta dan warisannya. Aku adalah anak sulungnya dan aku harus mewarisi kekayaannya yang berlimpah ruah.

Cepat-cepat kuraih handphone dari dalam tas dan menghubungi Firna. Ia pasti tau cara mengeyahkan janin ini karena beberapa bulan lalu ia pun pernah melakukan yang sama.

Akhir oktober 1998
Berkat pertolongan Firna, aku berhasil menemui seorang dokter ahli kandungan yang bernaung di balik klinik megahnya di pusat Jakarta untuk mengadakan aborsi terhadap bayi-bayi malang dari wanita-wanita muda yang tidak siap memiliki anak sepertiku. Ketika sedang di-USG, aku sempat melihat bulatan kecil berwaran putih di layar monitor. Itu adalah janinku!

"Tuh, lihat.....sudah agak besar kan, anakmu, Evi?” Ujar dokter itu. "Sudah siapkah kamu menggugurkan janin yang lucu ini? Kelak dia akan menjadi anak yang sehat. Apa kamu tidak menyesal nantinya?"

"Nggak, Dok! saya ngak akan nyesal, kok!" Tukasku sekeras batu. Kulirik Firna yang cepat-cepat mengalihkan pandangan dariku. Aku tidak akan mempertahankan bayi ini. Aku tidak sanggup melihatnya menghancurkan masa depanku!

"Ok, deh....kalo gitu! Siap-siap aja di ruangan sebelah, ya! Pembayarannya tolong di urus di kasir.” Kata Dokter itu tersenyum. Aku melengos. Sok moralitas kau Dokter! Padahal dalam hati kau bersorak kegirangan membayangkan dua juta rupiah lagi masuk ke kantongmu!

Peristiwa itu terjadi begitu cepat. Tidak seperti yang pernah kubaca di koran-koran, proses pengguguran kandungan ini tidaklah mengerikan. Mungkin karena aku di bius sehingga aku tidak merasakan apa-apa. Sehabis itu sudah boleh pulang dan aku merasa sangat lega karena akhirnya si pengganggu itu tidak ada lagi dalam rahimku.

Pertengahan Januari 1999
“Evi! Evi! kenapa kamu, Nak? Pa! Pa! Aduh, bagaimana ini? Evi! Evi kenapa, Pa?!”

Sayup-sayup aku mendengar suara Mama. Aku berusaha membuka mataku lebar-lebar. Tapi tidak dapat memperjelas penglihatanku. Hanya bayang-bayang sosok Mama dan Papa mendekatiku dan menguncang-guncang tubuhku. Tak lama kemudian, aku segera di larikan ke Rumah Sakit terdekat. Tubuhku terasa ringan seperti kapas. Efek beberapa butir valium yang kutenggak bersama sekaleng bir memang membuatku seperti hilang ingatan. Sejak beberapa hari aku mulai bosan dan akhirnya mencoba bereksperimen dengan mencampurkan minuman keras dan obat-obat terlarang itu. Aku tidak tahu akibatnya akan seperti ini. Kedatangan Papa dan Mama yang mendadak ke Jakarta pun tak kuhiraukan lagi. Aku seperti ingin mati saja.

Awal Februari 1999
Aku mengikuti Papa dan Mama ke sebuah kamar putih yang bersih di ujung gang. Anganku masih melayang-layang dan tubuhku terasa sakit karena aku belum benar-benar bebas dari narkoba. Mungkin karena itulah Papa dan Mama membawaku ke tempat terpencil ini. Sebuah pesantren yang memiliki divisi rehabilitasi ketergantungan narkoba.

Setelah bercakap-cakap sebentar dengan seorang wanita yang berjilbab putih, Papa dan Mama meninggalkanku. Aku tak peduli pada mereka. Yang kuinginkan saat ini adalah putaw, cimeng, dan valium!

"Oh....oh, tolong! Tolong! Tolong! Mana PT? Mana PT? Aku butuh PT! Ohhh!" Aku menjerit-jerit kesakitan. Sakaw, itulah keadaanku saat ini. Tubuhku terasa sakit dan luluh lantak. Tulangku ngilu. Perutku mual dan lendir tak henti-hentinya mengalir dari hidungku. Aku berteriak-teriak sampai wanita berjilbab tadi dan empat orang lainya datang. Mereka menyeretku ke kamar mandi. Sambil melafazkan dzikir, mereka menyiram sekujur tubuhku. Aku mengerang. Pagi-pagi buta seperti ini aku diguyur air dingin!

"Tolong! Aku mau pergi dari sini! Lepaskan aku! Tolong! Tolong! Tolong!" Aku memberontak berusaha melepaskan diri dari cengkeraman wanita-wanita itu. Tapi mereka seperti pantang menyerah. Setelah selesai memandikanku, mereka mengganti bajuku dan dengan tetap berdzikir mereka menidurkanku. Aku masih berteriak-teriak kesakitan. Akhirnya sepanjang malam aku menjerit-jerit tanpa ada yang menolong.

Pertengahan Oktober 1999
Aku sudah tidak menjerit-jerit lagi. Tubuhku sudah sehat menurut pemeriksaan dan laporan dari pembimbingku, aku sudah terlepas dari narkoba. Khasiat jamu ramuan dari pesantren, mandi dini hari diiringi dzikir dan doa, berendam di kolam yang tertutup dan air rebusan jahe yang diteteskan ke kedua bola mataku ternyata cukup ampuh menyembuhkan sakaw-ku. Kini aku sudah dapat mengikuti rutinitas pesantren dan bergaul dengan teman-temanku yang lain. Aku pun sudah mengenakan jilbab! Ya, aku sudah berjilbab seperti Ustadzah Maryam, Ustadzah Ayu, Wina, Shanti, Elvira, Saras, Dewi, dan muslimah-muslimah lainnya di pesantren ini. Dan aku memakainya bukan karena peraturan di sini mengharuskan wanita berjilbab, tapi karena hidayah dari Allah.

Meskipun bagi orang luar kegiatan pesantren ini membosankan, tapi bagiku di sinilah surgaku. Aktivias sholat berjamaah, tadarus Qur'an, mengikuti kajian, berdzikir, salat malam, kerja bakti membersihkan pondok dan sekitarnya, membuatku lupa akan kesenanganku dulu. Aku bahkan telah meminta izin kepada orang tuaku dan para pembimbingku untuk tinggal di sini dalam waktu yang cukup lama agar bisa mengabdikan diri. Aku ingin menolong orang lain yang pernah mengalami nasib yang sama seperti diriku dulu. Aku ingin membantu menyembuhkan dan mengembalikan kepercayaan diri mereka. Alhamdulillah niat baiku ini disambut dengan gembira oleh para pembimbing dan pengurus pondok pesantren. Bahkan kabarnya Ustadz Fikry yang menjadi ketua yayasan sekaligus anak pendiri pondok dan kepala pembimbing menyetujui dan mendukung niatku. Ia pun mengusulkan agar aku menjadi guru dan pembimbing di panti asuhan "Nurul Iman" milik yayasan yang letaknya tak jauh dari pondok ini.

Pertengahan Mei 2000
Sore hari yang cerah usai memberikan pelajaran bahasa inggris kepada anak-anak panti asuhan. Ustadzah Salma memanggilku. Pengurus "Nurul Iman" itu mengatakan bahwa besok ada seorang ikhwan yang ingin berta'auf denganku dan kalau memang kami berjodoh, ia akan segera melamarku untuk menjadi istrinya.

Subhanallah! Betapa terkejutnya aku mendengar kabar itu. Rasanya tak mungkin ikhwan yang sedemikian alim dan istiqamah seperti yang diceritakan Ustadzah Salma mau meminangku. Rasanya sudah lama aku mengubur impian menjadi istri dan ibu yang baik mengingat masa laluku yang sangat suram.

"Allah selalu memaafkan umat-nya yang pernah melakukan kesalahan, Evi."Ucap Ustadzah Salma dengan lembut ketika aku menyampaikan kekhawatiranku. "Jika seseorang telah bertobat. Lagipula kita ini manusia biasa, bukan Tuhan atau Malaikat. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, entah besar atau kecil. Allah akan memaafkan dan memberikan karunia kepada kita yang sudah kembali Fitrah-Nya. Jangan pesimis, Evi. Jangan pernah terbelenggu oleh masa lalu. Ambilah hikmah dari masa lalumu, dan buang yang buruk!"

"Tapi.....apakah ikhwan itu telah mengetahui latar belakang hidup saya, Ustadzah? tanyaku lagi. "Apakah... ia benar-benar mau menerima saya yang sudah pernah berzina dan mengkonsumsi obat-obat terlarang?"

"Tidak ada yang tidak ia ketahui tentang kau, Evi," sahut Ustadzah Salma sambil mengusap jilbabku. "Dan ia siap menerimamu apa adanya. Percayalah, ia sangat jujur dan baik hati."

Aku mengangguk haru. Hatiku mulai tenang. Dan ketika acara ta'aruf tiba, aku tidak lagi diliputi keraguan seperti sebelumnya. Aku mulai mantap dan berdoa kalau memang Allah telah mengizinkanku untuk menggenapkan setengah dienku, aku telah siap. Tak disangka ikhwan yang datang melamarku adalah Ustadz Fikry! Setelah melaksanakan salat istikharah beberapa malam, kami pun memutuskan untuk segera menikah.

Akhir Mei 2001
Pagi ini, aku sedang melayani suamiku sarapan pagi. Seperti biasa, tepat pukul delapan pagi setelah sarapan dan salat dhuha, Bang Fikri kembali dengan rutinitas di pondok pesantren. Sedangkan aku bersiap-siap untuk mengajar panti. Entah mengapa, ketika aku sedang mengoleskan selai coklat ke atas setangkup roti tawar di atas piring Bang Fikri, kram yang sangat dahsyat terasa di daerah pinggul dan di bawah perutku. Aku berteriak kesakitan sampai roti ditanganku terlempar.

"Evi....Evi! Ada apa, Vi! Evi!?" Bang Fikri meraih tubuhku yang terjatuh di lantai. Ia menepuk-nepuk pipiku tapi aku tak mampu bergerak lagi. Rasa sakit yang tak tertahankan membuatku tidak mampu berbuat apa-apa.

Dokter yayasan yang datang memeriksaku menyarankan agar aku segera di bawa ke rumah sakit Ibu dan Anak terkenal di Jakarta. Menurutnya, penyakitku sangat parah dan berkaitan dengan organ reproduksiku. Memang sejak pengguguran kandungan beberapa tahun lalu, jadwal haidku tidak teratur. Pernah aku lima bulan tidak mendapat haid. Tapi sekali menstruasi, darah kental bercampur onggokan-onggokan daging seperti hati ayam keluar dari vaginaku. Kupikir hal itu biasa aja dan aku enggan memeriksakan kandunganku ke dokter karena takut suamiku akan mengetahui rahasia pengguguran kandungan yang kupendam selama ini. Aku memang belum pernah menceritakan hal itu kepada siapa pun kecuali Firna.

Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit dan melakukan beberapa tes mulai mulai USG vagina, observasi, tes kimia darah, hormon, dan urine; dokter spesialis kendungan menyatakan aku mengidap kanker leher rahim atau kanker cerviks! Astagfirullah, betapa beratnya ujian yang harus ku lewati ini, Ya Allah! inilah akibat kesalahan terbesar dalam hidupku yang pernah kubuat!

Aku tahu, Bang Fikri sangat terpukul dengan kejadian yang menimpaku ini aku juga sempat menangis berhari-hari tapi tetap saja tidak ada yang dapat kulakukan kecuali memasrahkan diri kepada Allah. Dan meskipun sangat berat, kami berdua berusaha tetap tabah dan tawakal, tidak mau menyalahkan Allah atas keputusan yang ia buat. Apapun yang terjadi, kami telah siap dan inilah yang terbaik bagi kami. Akhirnya kami mengikuti saran dokter untuk mengangkat rahimku agar kanker tidak menjalar ke bagian tubuhku yang lain. Aku tahu, aku tidak akan memiliki kesempatan untuk punya anak lagi, setelah janin yang dengan......kubunuh dulu.

Pertengahan Agustus 2001
Aku terbangun dan mendapati diriku sedang berada di ruangan putih yang bersih dan sangat terang. Tubuhku kurus kering. Mengenakan gamis dan jilbab putih. Ranjang yang kutiduri seperti berada di atas asap yang mirip segumpalan awan di langit. Aku ingin berteriak menanyakan keberadaanku. Tapi tenggorokanku tercekat, tak sanggup mengeluarkan suara apapun.

Assalamualaikum, Ibu.” Seorang gadis kecil yang cantik dan berpita putih menghampiriku. Ia meraih tanganku dan menciumnya. Aku tersentak.

Waalaikumsalam, Nak. Maaf…kau siapa? Aku tidak mengenalmu,” kataku heran. Gadis kecil itu tersenyum.

“Ibu…Ibu memang belum pernah mengenalku. Aku bidadari kecilmu. Bu. Bidadari yang kau lenyapkan tiga tahun yang lau,” sahut si gadis. Matanya yang bulat dan besar menatapku.

“Bidadari kecilku? Maksudmu… kau janin yang kugugurkan itu?!”

“Ya benar. Sekarang Ibu bisa melihat dan menyentuhku. Aku masih ada, Bu. Aku belum mati. Aku masih hidup…. di surga.”

“Apakah ini surga? Apakah aku sudah mati?”

“Tidak, Ibu belum mati. Akupun belum mati meskipun aku kau bunuh lewat tangan dokter yang keji itu. Aku masih ada di sini dan mengawasimu dari atas.”

Aku terpana. Wajah bidadari kecil itu begitu dekat. Aku menyentuh pipinya yang halus kemerahan. Ia tersenyum senang. Senyum kanak-kanaknya yang tulus dan memancarkan keluguan itu menyentuh hatiku. Ya, Allah, betapa teganya aku menghilangkan nyawanya untuk kepentinganku sendiri! Padahal ia tidak bersalah! Ia adalah anak yang suci dan bersih, tidak seperti pasangan biologis berlumur dosa yang membentuknya seperti ini. Sekarang aku sudah tidak bisa mengandung dan memiliki keturunan lagi. Ia adalah keturunanku pertama dan terakhir!

“Oh… bidadari kecilku!” Isakku dan meraih tubuhnya ke pelukanku. “Maafkan Ibu, Nak! Dulu Ibu khilaf, Ibu banyak dosa! Betapa teganya dulu Ibu memusnahkanmu! Maafkan Ibu, Nak! Sekarang semuanya sudah Ibu tebus.”

“Tidak, Ibu… bukan aku yang bisa memaafkan kesalahan ibu. Allah tidak ingin melihat Ibu menderita lagi. Allah akan memberikan kebahagiaan abadi buat Ibu,” ucap bidadari kecilku. Ia mengusap pipiku lembut, kemudian melangkah meninggalkanku.

Aku berteriak memanggilnya tapi ia tetap berjalan ke balik cahaya. Bersamaan dengan menghilangnya bidadari kecil itu, aku mendengar samar-samar suara ramai di sekelilingku.

Subhanallah! Evi membuka matanya! Papa…Mama… Avi sudah sadar!”

Aku mengerjapkan mataku. Dengan pandangan yang masih agak kabur, aku melihat Bang Fikry duduk di samping ranjang sambil menggenggam tanganku. Tasbih terjuntai di tangan satunya lagi. Papa, Mama, adik-adikku, ustadzah Salma, ustadzah Maryam, mengelilingi tempat tidurku. Aku tak dapat bergerak karena tubuhku terasa sakit dengan selang-selang yang seperti membelengguku.

“Evie, kau sudah tiga hari koma. Alhamdulillah sudah sadar,” bisik bang Fikry. Sadar? Aku masih di dunia! Tidak, aku harus pergi! Tugasku di sini sudah selesai! Aku tidak boleh berada di sini!

Kutatap Bang Fikry lekat-lekat. Ia tersenyum manis. Aku mencoba tersenyum kepadanya dan kepada orang-orang di sekelilingku. Lalu dengan tenaga yang ada, kuucapkan Laailaahaillallah berkali-kali. Bang Fikry seperti tahu maksudku. Dengan penuh ketabahan, ia menuntunku melafalkan kalimatullah. Yang lain hanya menatap kami sambil terisak. Tidak sampai sepuluh menit, terdengar suara tersedak dari tenggorokanku. Kupersembahkan senyumku yang terakhir kepada orang-orang yang setia menungguiku. Tubuhku terasa ringan ketika dijemput Malaikat Izrail. Aku telah siap menjalani kehidupan yang abadi di sisi Allah dan bertemu dengan bidadari kecilku lagi. (nur)

Penulis: Nabila F. Az-Zahra, Annida 10/XI

Berjilbab itu beralasan


1. Menjalankan syi’ar Islam.
2. Berniat untuk ibadah.
3. Menutup aurat terhadap yang bukan muhrim.
4. Karena saya ingin ta’at kepada Allah yang telah menciptakan saya, menyempurnakan kejadian, memberi rizki, melindungi, dan menolong saya.
5. Karena saya ingin ta’at kepada Rasul-Nya, pembimbing ummat dengan risalah beliau.
6. Untuk memperoleh Ridho Allah (InsyaAllah).
7. Merupakan wujud tanda bersyukur atas nikmat-Nya yang tiada putus.
8. Seluruh ulama sepakat bahwa hukum mengenakan jilbab itu wajib.
9. Agar kaum wanita menutup auratnya.
10. Bukan karena gaya-gayaan.
11. Bukan karena mengikut trend.
12. Bukan karena berlagak sok suci.
13. Lebih baik sok suci dari pada sok zholim ^_^ .
14. Tidak sekadar bermaksud agar berbeda dari yang lain.
15. Meninggikan derajat wanita dari belenggu kehinaan yang hanya menjadi objek nafsu semata.
16. Jilbab cocok untuk semua wanita yang mau menjaga dirinya dari objek nafsu semata.
17. Saya ingin menjadi wanita solihah.
18. Saya tengah berusaha mencapai derajat teqwa.
19. Jilbab adalah pakaian taqwa.
20. Jilbab adalah identitas wanita muslimah.
21. Diawali dengan mengenakan jilbab, saya ingin menapak jalan ke surga.
22. Menjauhkan diri dari azab panasnya api neraka di hari kemudian.
23. Istri-istri Rasulullah berbusana muslimah.
24. Para sahabiah (sahabat Rasulullah yang wanita) juga berbusana muslimah.
25. Mereka merupakan panutan seluruh muslimah, begitu juga saya.
26. Semoga Allah memberikan kepada kita balasan jannah yang sama seperti mereka.
27. Untuk meninggikan izzah Islam.
28. Untuk meninggikan izzah (kemuliaan) diri sebagai wanita (muslimah).
29. Jilbab lebih melindungi diri.
30. Membuat saya lebih merasa aman.
31. Menjaga diri dari gangguan lelaki usil.
32. Menjaga diri dari obyek pandangan lelaki yang hanya ingin ‘cuci mata’.
33. Menjaga diri dari objek syahwat lelaki.
34. Menjaga diri dari mata lelaki yang jelalatan.
35. Menjaga diri dari tangan-tangan usil yang ingin menjamah.
36. Menghin dari zina mata dan zina hati.
37. Merupakan pencegahan dari perbuatan zina itu sendiri.
38. Jilbab dapat menghindari saya dari sikap-sikap yang negatif.
39. Jilbab dapat menghapus keinginan-keinginan yang menyimpang.
40. Membuat saya lebih bersahaja.
41. Membuat saya lebih khusyu’.
42. Mejauhkan saya dari perbuatan dosa (insyaAllah).
43. Membuat saya malu bila berbuat dosa.
44. Mendekatkan saya pada Allah.
45. Mendekatkan saya pada Rasulullah.
46. Mendekatkan saya pada nabi-nabi-Nya.
47. Mendekatkan saya pada sesama muslim.
48. Mendekatkan saya pada ajaran Islam.
49. Membuat saya tetap ingin belajar tentang Islam.
50. Membuat saya selalu merasa haus akan ajaran Islam.
51. Membuat saya tetap ingin menjalankan ajaran Islam.
52. Ajaran Islam berlaku sepanjang masa, tidak ada yang kuno.
53. Berjilbab bukan sesuatu yang kuno.
54. Mengatakan berjilbab itu kuno berarti telah menggugat otoritas Allah.
55. Allah Yang Maha Mengetahui lebih tahu apa yang terbaik bagi ummat-Nya.
56. Berjilbab, berarti menandakan kemajuan penerapan ajaran Islam di masa kini.
57. Merupakan satu barometer telah terbentuknya suatu lingkungan yang Islami.
58. Membedakan diri dari penganut agama lain.
59. Memudahkan dalam pengidentifikasian sesama saudari seiman.
60. Memperkuat tali silaturahmi dan ukuwah sesama muslimah.
61. Menghilangkan keraguan saya bila ingin menyapa saudari muslimah.
62. Memudahkan menanamkan rasa sayang-menyayangi sesama saudara/saudari seiman.
63. Membuat saya lebih terlihat anggun.
64. Membuat saya terlihat menyenangkan.
65. Membuat saya lebih terlihat wanita.
66. Tidak terlihat seperti laki-laki.
67. Membuat saya selalu berada dalam lingkungan yang Islami.
68. Jilbab menjaga saya dari pergaulan yang salah.
69. Memudahkan saya, dengan ijin Allah, mengenal lelaki yang salih.
70. Wanita yang baik (salihah) dengan lelaki yang baik (salih) pula.
71. Mudah-mudahan saya diberi jodoh lelaki yang salih.
72. Jodoh merupakan urusan Allah.
73. Dengan keta’atan pada Allah, Allah akan memberikan kemudahan-Nya.
74. Memudahkan saya dalam beraktifitas..
75. Membuat lebih mudah bergerak.
76. Jilbab menjagaku sehingga tidak terlihat lekuk-lekuk tubuh
77. Sangat repot bila memakai pakaian wanita seperti trend saat ini (yang ketat).
78. Saya tidak suka memakai celana jeans.
79. Celana jeans yang ketat dapat menyebabkan kanker rahim karena suhu di sekitar rahim tidak beraturan.
80. Menghemat waktu dalam berpakaian.
81. Menghemat waktu dalam berhias.
82. Tidak perlu repot-repot selalu berusaha mengikuti trend mode yang berkembang.
83. Menghemat biaya untuk membeli pakaian yang sedang trend.
84. Menghemat biaya untuk membeli make up.
85. Melindungi kulit wajah dari make up yang dapat merusak kulit.
86. Melindungi kulit dari sengatan sinar matahari.
87. Meminimalkan penyakit kanker kulit.
88. Sengatan matahari dapat mengurangi kelembaban kulit sehingga kulit jadi kering.
89. Meminimalkan munculnya bintik-bintik hitam pada permukaan kulit akibat perubahan pigmen di usia tertenu.
90. Melindungi rambut dari debu-debu yang berterbangan.
91. Debu-debu itu dapat mengotori rambut dan menyebabkan rambut mudah rontok yang berakibat kebotakan.
92. Menuntun saya untuk hidup lebih sederhana.
93. Menghindari hidup yang konsumtif.
94. Membuat diri tidak silau dengan kemegahan dunia dan segala perhiasannya.
95. Membuat saya lebih memikirkan hal lain selain mode dan perhiasan.
96. Menempatkan wanita menjadi subjek dalam proses pembangunan ummat.
97. Lebih mudah dalam menabung. 98. Memiliki kesempatan untuk melakukan ibadah haji.
99. Memiliki kesempatan lebih banyak untuk berinfaq dan sedekah.
100. Itu berarti lebih banyak beramal untuk bekal di hari kemudian.
101. Membuat saya merasa menjadi wanita seutuhnya.

Sebenarnya, pasti alasannya lebih dari 101, lebih banyak dari itu.

Inikah Rasanya ...


Ya Allah,,,,,,
Hanya Engkau yang tahu bagaimana hati ini,,,,
Untuk pertama kalinya hati ini mencintai hamba-Mu, dan mengetahui dan merasakan apa itu cinta...
Dan Engkau yang maha tahu, bagaimana hamba selalu mengingkari kata hati hanya untuk menghibur hati yang tak tentu.....
Bagaimana hamba membohomgi perasaan ini hanya karena takut akan cinta yang ada dalam hati ini.....

Ya Allah......
Mungkin salah jika hamba seperti ini...
Tapi hamba tidak tahu harus bagaimana menghadapi hati ini....
Ketika rasa itu hadir menghiasi hati ini .....

Ya Allah.......
Cinta ini tak pernah berkurang ataupun menghilang dari hati ini.....
Dan hamba semakin bingung dan tak mengerti akan rasa ini......
Hamba semakin bingung dan tak tahu bagaimana mengontrol rasa ini, tak tahu bagaimana menghijab rasa ini......

Ya Allah........
Cinta ini......
Perasaan ini.....
Dan semua rasa yang menghiasi hati ini.....
Jadikan semua itu membuat hamba semakin dewasa dan semakin bersyukur atas semua yang telah Engkau beri....
Jadikan semua itu membuat hamba semakin dekat dengan-Mu, membuat hamba mengerti akan apa arti hidup ini.......

Ya Allah.........
Ampuni hamba atas semua ini...
Atas semua yang telah hamba lakukan.......
Atas semua yang telah hamba lakukan pada hati ini,,,,,,
Karena keegoisan hamba.............

Wahai Allah….
Mungkin hamba terlalu jauh dari-Mu…
Terlalu banyak salah dan dosa….
Terlalu egois dan tak pernah memikirkan orang lain…

Ya Allah….
Engkau maha tahu akan semua hal…
Tunjukkan jalan-Mu…
Buka hati dan pikiran ini agar mampu merasakan dan memahami semua ini…
Jangan biarkan terus diselimuti rasa yang tak tentu….

Wahai Allah….
Jika memang perasaan ini adalah kehendak dan takdir-Mu..
Izinkan hamba tuk dapat mencintainya atas Asma-Mu…
Atas kebesaran dan Ridha-Mu…
Dan atas kecintaannya pada-Mu….


Wahai Allah…
Jangan biarkan rasa ini mengatasnamakan Engkau…
Tapi sebenarnya hanyalah nafsu belaka…
Yang takut melanggar larangan-Mu…
Hingga menjadi orang yang munafik…
Dan tunduk pada nafsu dan  godaan syaitan….

Wahai Rabb-ku…
Jika benar cinta ini karena Engkau…
Izinkan hamba tuk dapat merindunya karena kerinduannya pada-Mu…
Yang selalu rindu tuk dekat dan beribadah kepada-Mu….

Wahai Allah....
Kini cinta n rindu itu hadir menylimuti qalbu Q....
Prsaan yg mrupkn bukti keagungn-Mu...
Prsaan yg mrupakn Rahmat n nikmat-Mu...

Wahai Allah...
Prsaan ne tlah lma hdir dlm qalbu ini...
Tpi hmba tkut...
Prsaan ne bukan atas Asma-mu...
Prsaan ne bukan krn kbsran n rahmat-Mu...
Mlainkn hxalah nfsu yg smkin brkmbang krn syaitn yg menguasai hati...


Wahai Allah...
Jka ini bnar cinta...
Izinkan hamba mencintai hamba-Mu atas nama-Mu...
Atas kbsaran n Rahmat-Mu...
Krn hmba takut akn prsaan ini...
Tkut jika prsaan ne akn membwt hmba jauh n mendpt kbncian-Mu...


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes